Pengaruh Getah Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Terhadap Proses Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor

0 Komentar
A. Latar Belakang
       Sariawan merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang pada mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan tersebut mengganggu fungsi fisiologis. Gangguan ini dapat menyebabkan seseorang penderita mengalami gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang sering (Fitriana dkk, 2005).

       Di kalangan masyarakat terdapat sekelompok orang yang hampir secara rutin mengalami sakit berupa luka-luka di dalam mulutnya. Kalangan masyarakat awam menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan medis penyakit ini dikenal dengan nama Stomatitis Aftosa Rekuren atau SAR (Haikal, 2009).
       SAR bukanlah suatu penyakit yang baru, akan tetapi merupakan penyakit mulut yang relatif sering terjadi di masyarakat. Sebenarnya penyakit ini relatif ringan, tidak membahayakan jiwa, namun dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya, terutama pada penderita yang selalu berulang kejadiannya. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya prevalensi SAR berkisar 20-60% pada setiap jenis SAR, tetapi pada SAR tipe minor berkisar 70-90% dibandingkan SAR tipe lainnya (Haikal, 2009).
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman pembatas/pagar, tanaman obat dan penghasil minyak untuk lampu, bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang. Tanaman ini diduga berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah dan saat ini telah menyebar diberbagai tempat di Afrika dan Asia. Jarak pagar merupakan tanaman serbaguna, tahan kering, dan tumbuh dengan cepat. Tanaman ini dapat digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup dipekarangan dan kebun (Ditjenbun, 2007).
       Di sisi lain, jarak pagar juga penting bagi kesehatan. Secara tradisional getah jarak dipakai untuk obat sakit gigi. Selain itu, jarak pagar juga digunakan untuk obat malaria, rematik, dan nyeri otot. Sedangkan akar jarak dapat digunakan sebagai penawar racun ular (Anonim, 2010).
Jika dilukai, setiap bagian tanaman mengeluarkan getah yang tempo dulu dimanfaatkan untuk mencuci. Getah ini mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka, sakit kulit, dan rematik. Getah jarak bersifat antimikroba dan dapat digunakan untuk mengatasi sakit gigi karena gigi berlubang (Hariyono dan Soenardi, 2005). Selain itu, getah jarak pagar juga dapat digunakan sebagai obat sariawan (Sudirga, 2008).
       Saat ini banyak beredar obat-obatan yang dipromosikan sebagai pencegahan maupun menyembuhkan sariawan (stomatitis) dengan cepat, sedangkan kita ketahui bahwa obat-obatan tersebut dijual dengan harga yang relatif' mahal, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu, penggunaan obat-obatan yang kurang hati-hati atau tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Obat tradisional kembali populer dipilih sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit karena disamping harganya terjangkau, tetapi juga khasiatnya cukup menjanjikan (Fitriana dkk, 2005).
       Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap proses penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.

B. Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Apakah getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) berpengaruh terhadap proses penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor ?

C. Tujuan
       Adapun tujuan dari penulisan proposal skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap proses penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.
2. Untuk mensosialisasikan bahwa ada obat tradisional yang mudah didapat dan murah, yang dapat digunakan untuk mengobati sariawan (stomatitis) khususnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.

D. Manfaat
       Manfaat dari penulisan proposal skripsi ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengaruh getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap proses
penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.
2. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penggunaan getah
jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk penyembuhan sariawan (stomatitis)
khususnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, sehingga getah jarak pagar
dapat dimanfaatkan secara maksimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
         Stomatitis Aftosa Rekuren atau yang di kalangan masyarakat awam disebut sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Istilah rekuren digunakan karena memang lesi ini biasanya hilang timbul. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di sekitar bibir, lidah, atau mungkin juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit mulut (Anonim, 2009).
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan mukosa rongga mulut yang paling sering terjadi dan menyerang kira-kira 15-20% populasi masyarakat. Stomatitis Aftosa Rekuren sering menimbulkan rasa sakit dan perasaan yang tidak nyaman (Plemons dkk, 1994).
         Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) mengenai permukaan mukosa, baik mukosa berkeratin maupun mukosa yang tidak berkeratin. Berikut ini permukaan mukosa rongga mulut yang terlibat : mukosa labial dan bukal, unattached gingiva, palatum lunak, pipi, bibir, atap atau dasar rongga mulut, serta permukaan tengah dari lidah (Casiglia, 2006).
         Pasien penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) ini diklasifikasikan dalam 3 kategori. Kategori ini tergantung pada presentasi klinis dari lesinya, yaitu : ulser minor, ulser mayor, dan herpetiform ulser. Ulser minor sering terjadi pada mukosa labial dan bukal serta pada dasar mulut. Ulser ini memiliki diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa disertai pembentukan jaringan parut sekitar 7-10 hari (Mcbride, 2007). Ulser mayor biasanya terdapat pada mukosa faring, bibir, palatum lunak. Dimana diameter ulsernya berukuran lebih dari 1 cm dan akan membentuk jaringan parut setelah penyembuhannya (Schreiner dkk, 1995). Ulser herpetiform adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak. Ulser herpetiform dianggap sebagai suatu gangguan klinis yang berbeda, yang bermanifestasi sebagai suatu kumpulan yang rekuren sebanyak berlusin-lusin, dari ulser kecil yang timbuldi seluruh mukosa lunak rongga mulut (Greenberg, 1994).

1. Pengertian Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
        Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor disebut juga dengan nama Mikuliz’s apthae yang terjadi sekitar 75-85% dari semua lesi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor sering mengenai mukosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi seperti pada mukosa bibir, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulkus ini tidak lebih dari 8-10 mm, dilapisi membrane fibrous kekuningan dengan tepi eritematous, umumnya sembuh dalam 10-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut (Scully, 2007).
        Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tetapi ulkus jarang terjadi pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum keras. Ulkus-ulkus biasanya terdapat disepanjang lipatan mukobukal dan seringkali tampak lebih memanjang, dimana rasa terbakar adalah keluhan awal dan diikuti dengan nyeri hebat selama beberapa hari (Langlais dan Miller, 2000).
         Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor bersifat kambuhan dan pola terjadinya bervariasi. Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, namun pada beberapa kasus terbukti bahwa pemberian obat-obatan golongan antibiotik, koagulasi, obat-obat anti keradangan, mouth rinses yang mengandung enzim aktif dan terapi kombinasi dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan serta menurunkan jumlah dan ukuran ulser (Fernandes dkk, 2007).

Gambar 1. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor di bibir bawah

2. Etiologi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
       Walaupun penyebab yang pasti dari Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor pencetus yang diduga memegang peranan penting dalam timbulnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Faktor-faktor tersebut antara lain : faktor lokal, alergi, bakteri, imunologi, hematologi, hormonal, dan stres psikologis (Borrego dkk, 2002).
a. Faktor Lokal
       Trauma rongga mulut dapat berpengaruh cepatnya perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Pada studi yang dilakukan oleh Rees terhadap 128 pasien dimana 20 pasien terbukti mengalami trauma pada mukosa mulutnya yang berlanjut menjadi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Trauma tersebut disebabkan karena tergigitnya mukosa rongga mulut, sikat gigi atau makanan yang tajam yang bisa menyebabkan luka pada mukosa rongga mulut (Rees dan Binnie, 2006).
b. Alergi
       Bahan-bahan allergen yang diduga berhubungan dengan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah benzoic acid dan cinnamic aldehide yang sering dipakai sebagai penyedap rasa, kacang kenari, tomat, buah-buahan terutama strawberry, coklat, kacang tanah, sereal, kacang, keju, tepung terigu atau gandum yang mengandung gluten (Scully, 2007).
c. Bakteri
       L-form streptococcal bakteria juga berperan dalam terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Jenis bakteri yang juga berperan yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Helicobacter pylori (Melamed, 2007).
d. Imunologi
       Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor umumnya terjadi pada pasien dengan imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kompleks sirkulasi imun. Pengendapan imunoglobulin dan komponen-komponen komplemen dalam epitel dan atau respon umum seluler (cell mediated immune response) terhadap komponen-komponen imun merupakan peyebab terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor (Lawler dkk, 2002).
e. Hematologi
       Lebih dari 15-20% pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah penderita defisiensi zat besi, vitamin B12 atau folic acid dan mungkin juga terdapat pada penderita anemia. Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor seringkali terjadi sesudah terapi untuk mengatasi defisiensi tersebut (Lawler dkk, 2002).
f. Hormonal
       Diduga ada hubungan antara siklus menstruasi dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, yang berhubungan dengan kadar estrogen dan progesterone. Dimana perkiraan ada hubungan antara produksi estrogen yang rendah waktu premenstrual dengan kornifikasi mukosa mulut (Hidayanti dan Suyoso, 2006).
g. Stres Psikologi
       Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara stress dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dalam 10-20% dari populasi masyarakat. Tetapi faktor stress dalam perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor masih perlu diteliti lebih lanjut (Rees dan Binnie).

3. Patogenesis Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
a. Stadium Prodormal
       Terjadi pada 24-48 jam pertama, muncul perasaan geli pada tempat dimana lesi berkembang. Bisa disertai gejala demam, malaise, mialgia, athralgia, mual, muntah, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar limfe. Stadium ini disertai dengan peningkatan rasa nyeri serta lesi berkembang menjadi edema popular lokal yang berhubungan dengan vakuolisasi keratinosit yang dikelilingi oleh lingkaran eritematus yang menggambarkan vaskulitis lokal dengan peningkatan infiltrasi sel mononuklear (Hidayati dan Suyoso, 2006).

b. Stadium Ulseratif
       Terjadi ulseratif yang nyeri dan ditutupi membran fibrous, dasar ulkus diinfiltrasi terutama oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Stadium ini terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu (Hidayati dan Suyoso, 2006).

c. Stadium Penyembuhan
       Terjadi regenerasi epitel yang mulai menutupi ulkus serta berkurangnya rasa nyeri yang ditimbulkan (Hidayati dan Suyoso, 2006). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari (Langlais dan Miller, 2000).

4. Diagnosis Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
       Untuk dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari SAR dapat dilakukan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biasanya pada anamnesis pasien akan merasakan sakit pada mulutnya, tempat ulser sering berpindah-pindah dan biasanya kejadiannya selalu berulang-ulang. Pasien biasanya dalam keadaan demam ringan (Haikal, 2010).
       Diagnosa Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dapat dilihat dengan adanya ulser rekuren yang simetris, bulat dan tidak terbatas pada mukosa mulut serta sembuh spontan dengan tidak disertai oleh tanda ataupun gejala-gejala lainnya (Greenberg, 1994).
       Selain pemeriksaan visual, pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi pasien yang menderita SAR di atas usia 25 tahun terutama dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau bila sariawan tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan lain yang berkaitan dengan faktor pemicu (Anonim, 2009). Pertimbangan adanya defisiensi hematologi, dan oleh karena itu penderita harus mengalami pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12 (Lewis dan Lamey, 1998).

5. Pengobatan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor
       SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah self-limiting. Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi (Anonim, 2009).
Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid topikal dan imunomodulator sistemik untuk mengatasi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Walaupun demikian hanya sebagian kecil yang secara ilmiah terbukti efisien. Kombinasi vitamin B1 (thiamin, 300 mg sehari) dan vitamin B6 (pyridoxine, 50 mg setiap 8 jam) diberikan selama 1 bulan dianjurkan sebagai penatalaksanaan empiris tahap awal. Penggunaan terapi anxiolytic atau rujukan hipnoterapi dapat membantu bagi penderita yang diperkirakan memiliki faktor presipitasi berupa stress. Beberapa pasien memberikan respon yang baik terhadap obat kumur klorheksidin serta kortikosteroid topikal, seperti hidrokortison hemisuksinat (pellet, 2,5 mg dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai obat kumur 3 kali sehari) (Lewis dan Lamey, 1998).

B. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
1. Tinjauan Umum Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
       Jatropha Curcas L. adalah tanaman yang berasal dari daerah tropis di Meksiko, Amerika Tengah. Saat ini Jatropha Curcas L. telah menyebar diberbagai tempat di Afrika dan Asia (Anonim, 2006).
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu semasa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Pada masa itu masyarakat diperintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangannya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan perang bangsa Jepang. Oleh karena itu tidak mustahil kalau tanaman jarak pagar memiliki beberapa nama daerah (lokal) antara lain jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (Jawa); baklawah, nawaih (NAD); dulang (Batak); jarak kosta (Sunda); jarak kare (Timor); peleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); dan ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) (Ditjenbun, 2007).
       Sejak Mei 2005, terjadi ”demam Jarak” di Indonesia dan mulai muncul dikenal dengan sebutan “Jarak Pagar” karena lazim ditanam di Indoenesia sebagai pagar pembatas tanah lading, pagar batas desa, pagar kuburan, bahkan pengganti nisan (namaun juga tumbuh liar ditepi-tepi jalan). Digunakan sebagai pagar, karena daunnya tidak disukai hewan ternak (sapi, kambing) sehingga dapat melindungi tanaman di”dalam pagar” (Ditjenbun, 2007).
       Jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi tanah yang baik. Pada lahan-lahan yang subur dimana air tidak tergenang merupakan tempat yang cocok bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal (Heller, 1996).
       Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun belukar besar yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat diperbanyak dengan biji, stek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah ditanam (Ditjenbun, 2007).
Gambar 2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

2. Klasifikasi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
       Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut (Astuti, 2008) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.

3. Morfologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
      Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah (Hambali, 2006).
Penggambaran umum morfologi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut (Hariyadi, 2005 ) :
a. Daun
       Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4–15 cm.
b. Bunga
       Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun.
c. Buah
       Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2–4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing – masing ruang diisi 3 biji.
d. Biji
       Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan sekitar 30 – 40 % (Hariyadi, 2005 ).

4. Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
       Dalam dunia kedokteran modern saat ini, banyak sekali mempelajari obat-obat tradisional yang dalam hal ini adalah tanaman-tanaman berkhasiat obat yang ditelaah dan dipelajari secara ilmiah (Furnawanthi, 2006). Secara tradisional getah jarak dipakai untuk obat sakit gigi. Selain itu, jarak pagar juga digunakan untuk obat malaria, rematik, dan nyeri otot. Sedangkan akar jarak dapat digunakan sebagai penawar racun ular (Anonim, 2010).
       Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang berwarna jernih keputihan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak. Getah batang atau daunnya dipakai sebagai obat luar, seperti obat kumur atau salep penyembuh luka, misalnya gigi lubang. Menurut Dr. A.P. Dharma bahwa air perasan daun jarak pagar yang kental dapat digunakan sebagai peluntur, obat kumur, sampai pencuci borok (Astuti, 2008).
       Ragam penyakit yang dapat ditaklukkan oleh biji tanaman asal Amerika Selatan ini cukup beragam, antara lain menyembuhkan gatal-gatal, koreng, jamur pada kaki, dan luka berdarah. Selain itu, tanaman yang diharapkan mampu menjadi penghasil bahan bakar nabati ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bengkak akibat terpukul, terkilir, dan rematik. Dengan penggunaan yang hati-hati, daun jarak pagar bahkan dapat digunakan sebagai obat pencahar ringan (Purwantoro dan Enny, 2007).

5. Kandungan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
       Jika dilukai, setiap bagian tanaman mengeluarkan getah yang tempo dulu dimanfaatkan untuk mencuci. Getah ini mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka (Hariyono dan Soenardi, 2005). Getah jarak pagar bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis Staphylococcus, Streptococcus, dan Escherichia coli. Getah jarak pagar juga mengandung tannin (18%) yang digunakan sebagai obat kumur dan gusi berdarah serta obat luka. (Ditjenbun, 2007).

BAB III
HIPOTESIS

      Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dibudidayakan sebagai tanaman obat di negara-negara tropis dan subtropis. Isolasi lateksnya menghasilkan jatrophidin yang memiliki sifat antifungi (Carlasabandar, 2010).
Getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka (Hariyono dan Soenardi, 2005). Getah jarak pagar mengandung tannin (18%) yang digunakan sebagai obat kumur dan gusi berdarah serta obat luka(Ditjenbun, 2007).
      Getah jarak pagar pun berkhasiat menghentikan perdarahan akibat luka. Getah jarak pagar bersifat antimikroba sehingga dapat mengusir bakteri seperti jenis Staphylococcus, Streptococcus, dan Escherichia coli (Purwantoro dan Enny, 2007).
      Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu getah jarak pagar (Jatropha curcas L.) berpengaruh terhadap proses penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (RAS) Minor.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian
      Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimental dengan pendekatan case control.

4.2 Identifikasi Variabel
a. Variable pengaruh : Getah Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.).
b. Variabel terpengaruh : Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.

4.3 Definisi Operasional
a. Getah Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) adalah cairan bening atau agak jernih keputihan yang didapatkan
    dengan cara melukai batang atau tangkai daun dari tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.).
b. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah suatu penyakit rongga mulut yang ditandai ulser dengan
    tepi eritematus, menimbulkan rasa sakit, timbul berulang-ulang, tanpa meninggalkan jaringan parut.

4.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
      Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di Banjar Dangri Kangin Denpasar, dengan range umur 20-50 tahun.

b. Sampel
1. Besar Sampel
     Besar sampel penelitian sebanyak 100 orang dengan perincian sebagai berikut :
- Yang mendapat perlakuan sebanyak : 50 orang
- Yang tidak mendapat perlakuan sebanyak : 50 orang

2. Teknik Pengambilan Sampel
     Sampel diambil dengan cara quota random sampling, yaitu jumlah subyek yang akan dijadikan sampel penelitian telah dijatah sebanyak 100 orang yang kemudian diambil secara acak.

3. Kriteria Sampel
     Adapun kriteria dari orang-orang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu :
a. Kooperatif.
b. Menderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor.

4.5 Lokasi Penelitian
      Lokasi dari Penelitian ini adalah di lingkungan Banjar Dangri Kangin Denpasar.

4.6 Alat dan Bahan
a. Alat
      Alat-alat yang digunakan pada saat melakukan penelitian antara lain : alat diagnosa (kaca mulut dan nerbeken), handscone, masker, cotton buds/kapas steril, gelas kecil, form penelitian, dan alat-alat tulis.

b. Bahan
      Bahan yang diperlukan pada saat melakukan penelitian adalah getah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) dan alkohol 70%.

4.7 Jalannya Penelitian
a. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.
b. Melakukan kunjungan ke rumah masing-masing warga yang dijadikan sampel penelitian.
c. Dilakukan pembersihan pada daerah ulser dari Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dengan alkohol
    70% menggunakan cotton buds/kapas steril pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
d. Dilanjutkan dengan pengobatan terhadap Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dengan cara
    mengoleskan getah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) dengan menggunakan cotton buds pada kelompok
    perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan pengobatan atau dibiarkan.
e. Pengobatan dengan getah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) pada kelompok perlakuan dilakukan 2 kali
    sehari sampai Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor sembuh.
f. Melakukan pengamatan setiap hari pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan hingga Stomatitis
    Aftosa Rekuren (SAR) Minor sembuh dan kemudian dicatat lamanya waktu penyembuhan pada form
    penelitian.
g. Data yang telah didapat kemudian diolah dan dianalisis dengan uji parametrik independent T-test.


DAFTAR PUSTAKA

Adriani, dkk. 2000. The Effectiveness and Acceptance of a Medical Device for the Treatment of Aphthous
             Stomatitis. Clinical Observation : Minerva Pediatric, hlm : 1-5.

Anonim, 2006. Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak pagar ( Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan
             Pengambangan Perkebunan. Bogor.

Anonim. 2009. Stomatitis Aphtous Reccurent/SAR (Sariawan).
             Available http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/sariawan.pdf

Astuti, Yuni. 2008. BUDIDAYA DAN MANFAAT JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L ). FMA-UMB,
             Available : http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/BUDIDAYA-DAN-MANFAAT-
             JARAK-PAGAR.pdf

Borrego, P., dkk. 2002. Stomatitis Aftosa Recurrent. Rev Cubana Estomatol, Vol. 39, no. 2, hlm 39.

Casiglia, J. M. 2006. Stomatitis Aphthous Recurrent. Harvard School of Dental Medicine, hlm : 1-23.

Ditjenbun. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. Pusat Penelitian dan Pengambangan
              Perkebunan. Bogor.

Fernandes, dkk. 2007. The Best Treatment for Aphthous Ulcers. American Dental Journal, hlm : 1-7.

Greenberg, M. S. 1994. Burket : Ilmu Penyakit Mulut. Binarupa Aksara : Jakarta.

Hambali, E. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta.

Heller, Joachim. 1996. Physic Nut (Jatropha curcas 1.). Promoting the conservation and use of underutilised
              and neglected crops. 1. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Rescarch.
              Gatersleben/International Plant Genetic Resources Institute, Rome.

Hidayanti, A. N. dan Suyoso, S. 2006. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS). Berkala Penyakit Kulit dan
              Kelamin, Vol. 18, no. 2, hlm : 156-164.

Langlais, R. P., dan Miller, C. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Hipokrates :
              Jakarta.

Lawler, dkk. 2002. Buku Pintar Patologi untuk Kedoktera Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Lewis, M. A. O. dan Lamey, P. J. 1998. Tinjaun Klinis Penyakit Mulut. Widya Medika : Jakarta.Mcbrige,
             D. R. 2007. Management of Aphthous Ulcers. Lynn Community Health Center, hlm : 40-48.

Melamed, F. 2007. Aphthous Stomatitis. UCLA Medical School Journal, hlm 1-5

Haikal, Mohammad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren. USU Available :
             http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8273/1/10E00345.pdf

Plemons, J. M. 1994. Evaluation of Acemannan in the Treatment of Recurrent Aphthous Stomatitis. Baylor
             College of Dentistry, Vol. 6, no. 2, hlm : 40-45.

Rees dan Binnie. 2006. Cancer Sores (Recurrent Aphthous Stomatitis) Cause and Control. American
             Dental Journal, hlm : 1-8.

Scully, C. 2007. Aphthous Ulceration. American Dental Journal, hlm : 1-8.

Shcreiner, C. dan Quinn, F. B., dkk. 1995. Stomatitis. Dept. Otolaryngology, UMTB, hlm : 53-62.

0 Komentar:

Posting Komentar